Advertisement
Gudnyus.id - Dari sejumlah media diberitakan dengan gencar bahwa Grup Hero akan menutup 6 gerai supermarket Giant yang merugi di sejumlah lokasi.
Keputusan manajemen ini merupakan keputusan rasional, mungkin yang terbaik di tengah kerugian besar yang dideritanya beberapa tahun terakhir di segmen makanan. Segmen makanan membawahi bisnis supermarket dan hypermarket, yaitu brand Hero dan Giant.
Tahun 2018 merupakan kerugian terbesar segmen makanan dari Grup Hero, dengan rugi sekitar 3 kali lebih besar dari tahun 2017. Angkanya tidak main2, sampai Rp 1.5 trilyunan rugi yang diderita Hero dari segmen ini.
Segmen ini padahal penyumbang pendapatan besar bagi Hero hingga Rp 10 trilyunan, sekitar hampir 90% pendapatan dari sini. Tapi angka sebesar ini, bukan jaminan bakal profit, karena sejumlah gerai tidak berkinerja baik dan malah menggerogoti gerai-gerai yang sehat secara keuangan.
Lalu, langkah rasional manajemen berikutnya adalah peralihan fokus, segmen non makanan malah yang tumbuh, dan sehat.
Pendapatan segmen ini tumbuh dari Rp 2.1 trilyun di 2017 menjadi Rp 2.6 trilyun di 2018. Laba pun ciamik, tumbuh dari dari Rp 282 milyar menjadi Rp 380 milyar di tahun 2018.
Segmen non makanan ini meliputi apotek, toko obat, kesehatan, kecantikan dan perabot rumah tangga, yang kita kenal dengan gerai Guardian dan IKEA.
Meskipun menuai laba dari segmen non makanan tsb, namun besarnya kerugian segmen makanan maka rugi besar grup Hero tidak terhindari dan mencapai sekitar Rp 1.25 trilyun ditahun 2018.
Keputusan manajemen untuk membeli lisensi waralaba IKEA 6 tahun lalu, tahun 2013, tampaknya berbuah manis. Kini justru gerai IKEA yang menjadi penopang bisnis perusahaan dan masa depan perusahaan ada di bisnis ini.
Pelajaran dari Hero, saat sehat, manajemen perlu mencari bisnis lain yang diproyeksikan bakal menjadi penyumbang pendapatan masa depan, entah diversifikasi melalui merger & akuisisi, beli lisensi, organik, dan sebagainya.
Penulis : Hendry Ramdhan, HRNotes