Advertisement
Gudnyus.id - Periode masa muda merupakan masa terpenting bagi individu di mana dirinya dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap pola-pola hidup dan harapan yang baru (Hurlock, 1997), serta menjalankan peran-peran yang baru dan tumbuh menjadi pribadi yang matang (Duvall dan Miller, 1985). Periode masa muda dimulai pada usia delapan belas dan berakhir di usia empat puluh tahun.
Sebagaimana didukung oleh Hurlock (1997) bahwa sejak generasi-generasi terdahulu apabila anak-anak laki-laki dan wanita mencapai usia dewasa secara resmi, maka hari-hari kebebasan mereka telah berakhir dan saatnya telah tiba untuk menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa serta menjalankan tugas perkembangan pada masa tersebut.
Tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal mencakup mendapatkan pekerjaan, memilih teman hidup, belajar hidup bersama suami atau istri, membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak dan mengelola rumah tangga (Hurlock, 1997).
Dengan kata lain pada usia masa dewasa awal seseorang dihadapkan pada kodrat alam yaitu untuk hidup bersama dalam suatu perkawinan. Perkawinan merupakan bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan dewasa yang diterima serta diakui secara universal.
Perkawinan yang dianggap sah menurut hukum Indonesia dicantumkan dalam Undang-Undang No. 1 pasal 7 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa perkawinan atau pernikahan hanya diijinkan jika calon mempelai pria telah berusia 19 tahun dan mempelai wanita telah berusia 16 tahun.
Dengan alasan pada usia tersebut individu dianggap telah dapat membuat keputusan sendiri dan telah dewasa dalam berpikir dan bertindak (Walgito, 2002). Hoffman (dalam Adhim, 2002) menambahkan berdasarkan pada beberapa penelitian mutakhir bahwa menikah pada usia dewasa muda berkisar antara usia 18 sampai dengan 24 tahun.
Pernikahan muda sering terjadi karena seseorang berpikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berpikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah (Sanderwitz dan Paxman dalam Sarwono, 1994), tetapi sebanarnya hidup berumah tangga membutuhkan kematangan emosi dan pemikiran untuk menghadapi dan mengendalikan hakekat perkawinan dan peran orang tua yang akan disandang (Adhim, 2002).
Adhim (2002) menyebutkan kematangan emosi merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan di usia muda. Mereka yang memiliki kematangan emosi ketika memasuki perkawinan cenderung lebih mampu mengelola perbedaan yang ada di antara mereka.
Kematangan emosi adalah suatu keadaan untuk menjalani kehidupan secara damai dalam situasi yang tidak dapat diubah, tetapi dengan keberanian individu mampu mengubah hal-hal yang sebaiknya diubah, serta adanya kebijaksanaan untuk menghargai perbedaan (Rice, 2004).
Berbicara tentang emosi, kita mungkin tahu tentang steriotipe utama tentang gender dan emosi. Wanita lebih emosional dan penuh perasaan sedangkan laki-laki lebih rasional dan sering menggunakan logika. Steriotipe ini sangat kuat dan meresap kesannya pada budaya masyarakat (Shields dalam Santrock, 2003).
Berdasarkan uraian diatas terdapat kontroversi antara fenomena dalam masyarakat dengan teori yang ada. Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa wanita lebih dewasa dan lebih matang secara emosional dibandingkan laki-laki sedangkan menurut beberapa teori yang yang telah diuraikan bahwa laki-laki memiliki emosi yang stabil yang dapat dikatakan mempunyai kematangan emosi lebih baik dari wanita.
Kesimpulannya Hasil ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kematangan emosi pada pria dan wanita yang menikah muda. Sehingga bagi pria yang ingin menikah muda selain harus siap secara fisik dan mental juga harus matang secara emosi, berfikir secara logika dan mementingkan rasional memang baik tetapi juga jangan mengesampingkan perasaan. Sementara bagi wanita yang ingin menikah muda selain harus memiliki emosi yang matang juga harus bisa berfikir secara logika dalam membuat keputusan, menghadapi dan memecahkan masalah.
Sumber:
KEMATANGAN EMOSI PADA PRIA DAN WANITA YANG MENIKAH MUDA
Rahma Khairani, Dona Eka Putri, Universitas Gunadarma.
Foto: pexels.com