Advertisement
Gudnyus.id - Corporate Lifecyles adalah suatu tahapan yang umumnya dilalui oleh setiap organisasi seperti siklus kehidupan organisme hidup yang sulit diprediksi dan menghadapai masa transisi untuk ke tahap berikutnya (Adizes, 1988: XIII - XIV). Teori-teori yang digunakan pada penelitian ini berpusat kepada buku Corporate Lifecycles (Adizes, Corporate Lifecycles: How and Why Corporations Grow and Die and What to do About It, 1988) sebagai ahli yang menulis teori tersebut. Pembahasan pada penelitian dilakukan pada tahapan Courtship sampai Go-Go yang merupakan tahapan start-up business. Pada Error! Reference source not found. menyajikan Corporate Lifecycles.
1. Courtship (paEi) Courtship adalah tahapan awal dimana pendiri melahirkan sebuah perusahaan melalui gagasan-gagasan yang dibuat oleh pendiri itu sendiri (Adizes, 1988: 11). Dalam masa ini, pendiri membangun sebuah komitmen yang kuat (Fenyves et. al., 2015: 465). Dalam membangun sebuah komitmen, pendiri akan mempromosikan idenya untuk mewujudkan seberapa hebat bisnis tersebut.
Maka dari itu, pada tahap ini lebih dibutuhkan budaya kepemimpinan seorang entrepreneuring dibandingkan budaya kepemimpinan performing, administering, atau integrating (Domnariu & Furtunescu, 2014). Dalam proses pembangunan komitmen, pendiri akan sering berjanji dan membagikan masa depan perusahan ke keluarga, teman, dan orang terdekat.
Ini dilakukan agar pendiri mendapatkan dukungan secara emosional dari orang-orang yang dipercayainya karena perusahaan belum memiliki bentuk secara fisik. Pada tahapan ini pendiri harus menjadi product-oriented sampai kualitas, kapabilitas dan fungsi dari produk diterima. Ketika Courtship tidak dilakukan pengujian secara nyata, maka dianggap Affair. Pada tahap ini, perusahaan Courtship membutuhkan konsumen, manajemen yang baik, kapital, organisasi, dan pekerja.
2. Infancy (Paei) Infancy adalah tahapan awal dimana gagasan telah dipilih dengan mempertimbangkan risiko (Adizes, 1988: 20). Pada tahapan ini, membutuhkan lebih banyak aksi karena gagasan sudah terpilih maka disebut tahap percobaan (Nagui, 2015: 13). Semakin besar risiko yang dihadapi harus semakin besar pula komitmen yang dibutuhkan untuk mengukur sebuah kesuksesan.
Pada tahapan ini perusahaan membutuhkan pekerja keras dan pendiri yang berorientasi terhadap hasil. Hampir semua orang berada di perusahaan termasuk presiden direktur, keluar untuk melakukan penjualan. Oleh karena itu, pada tahapan Infancy, lebih dibutuhkan pemimpin yang memiliki budaya performing dibandingkan entrepreneuring, administering, atau intergrating (Domnariu & Furtunescu, 2014).
Karakteristik dari organisasi Infant adalah berorientasi terhadap aksi; sedikit sistem dan peraturan; performa yang tidak konsisten; rentan krisis; manajemen terjadi karena krisis; sedikit delegasi sehingga manajemen menjadi orang yang melakukan sendiri; komitmen dari pendiri terus diuji (Adizes, 1988: 23). Dalam hal ini, organisasi membutuhkan dua hal penting yaitu, dana untuk modal dan komitmen pendiri.
Perusahaan Infancy yang sehat adalah memiliki dana yang cukup, dimana pemilik merasa memiliki kontrol atas operasi perusahaan, ada dukungan dari orang terdekat, dan masalah-masalah sehari-hari yang tidak fatal (Adizes, 1988: 32). Perusahaan Infancy membutuhkan konsumen. Pada masa ini, organisasi Infant memiliki tugas untuk menganalisa lingkungan, merencanakan keuangan perusahaan, dan meramalkan penjualan, produksi, dan kebutuhan karyawan. (Adizes, 1988: 325-326)
3. Go-Go (PaEi) Go-Go organization adalah tahapan dimana sebuah perusahan sudah berjalan dan arus kas serta penjualan meningkat (Sabdybayev & Derkan, 2014: 56). Pada tahap ini, pendiri tidak bisa hanya menggunakan budaya performing saja tetapi harus diikut dengan entrepreneuring. Keberhasilan ini membuat pendiri melakukan setiap peluang, sehingga banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan saat bersamaan. Cara menanganinya adalah perusahaan harus membuat rencana kerja selama satu tahun untuk setiap proyek yang merupakan prioritas untuk dikerjakan.
Organisasi ini masih tidak memiliki sistem atau peraturan. Ambiguitas terhadap tugas dan tanggung jawab membuat manajer organisasi ini berpindah dari tugas satu ke tugas yang lain untuk mengatur semua simulasi dasar. Hal ini membuat organisasi dan manajer tidak fokus dan jika ini berlanjut, maka organisasi akan mengalami likuidasi.
Presiden direktur dari perusahaan ini harus merangkap tugas menjadi pembeli barang, penjual yang handal, dan juga perancang. Sedangkan anggota yang lain biasanya merupakan pekerja paruh waktu atau memiliki tugas pembelian yang sedikit. Organisasi ini belajar dari kesalahan.
Ketika kesalahan besar terjadi serta kehilangan uang dan client, maka organisasi mulai sadar pentingnya suatu peraturan. Ketika peraturan dibuat, maka organisasi akan berlanjut ke tahap berikutnya.
Faktor-faktor yang memengaruhi gaya kepemimpinan
Faktor yang mempengaruhi Gaya Kepemimpinan adalah pengambilan keputusan dan implementasi dari pendiri atau pemimpin. Berikut adalah dua faktor tersebut (Adizes, 1988: 117-129):
1. Efektifitas Organisasi akan menjadi efektif ketika kebutuhan dari konsumen terpenuhi karena organisasi hadir (Adizes, 1988: 120). Gaya Kepemimpinan yang memiliki kuadran efektif adalah performing (jangka pendek) dan entrepreneuring (jangka panjang).
2. Efisiensi Organisasi yang efisien adalah organisasi yang sistematik, memiliki rutinitas, dan memiliki program yang aktif dikerjakan pada saat yang tepat secara insentif (Adizes, 1988: 121). Gaya Kepemimpinan yang memiliki kuadran efisien adalah administering (jangka pendek) dan integreting (jangka panjang).
Faktor-faktor yang memengaruhi corporate lifecycle
Dalam Corporate Lifecycle terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya setiap tahapan. Berikut adalah faktor-faktor tersebut (Adizes, 1988: 106):
1. Sales / Penjualan Sales / Penjualan merupakan pendistribusian persediaan dari bisnis ke konsumen yang kemudian perusahaan mendapatkan pendapatan (Hoggett et.al., 2012: 234).
2. Profit / Laba Profit / Laba merupakan pengurangan dari pendepatan terhadap beban perusahaan (Hoggett et.al., 2012: 124).
3. Politik Politik adalah membuat keputusan dalam komunitas, sosial, atau organisasi dengan cara mempengaruhi atau menggunakan kekuatan (Ethridge & Handelman, 2015: 7).
Kesimpulannya peran leadership untuk mengembangkan start-up business dengan analisis corporate lifecyle dan gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
1. Peran pemimpin pada perusahaan start-up adalah sebagai operasional dan perancang strategi, Hal ini ditunjukan pada pernyataan-pernyataan informan yang mendukung penelitian ini bahwa setiap kegiatan baik operasional, pembagian tugas, pengambilan keputusan, dan menentukan visi perusahaan kedepan merupakan peranan dari CEO untuk melakukan itu.
Walaupun dalam start-up business memiliki pendiri dua orang atau lebih dengan saham yang sama, seorang CEO tetap yang mengambil keputusan untuk visi perusahaan kedepan setelah melakukan rundingan dengan para pendiri lain.
2. CEO dari salah satu perusahan startup memiliki gaya kepemimpinan berdasarkan PAIE management style adalah performing dan sedikit entrepreneuring serta integrating. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adizes, Ichak dalam Domnariu & Furtunescu (2014) bahwa untuk melewati perusahaan courtship dibutuhkan seorang leader yang memiliki visi kedepan atau gaya kepemimpinan entrepreneuring.
Pada tahap infancy, perusahaan lebih membutuhkan pemimpin yang memiliki kinerja yang bagus sesuai dengan penelitian ini, bahwa CEO startup ini memiliki gaya kepemimpinan performing. Perusahaan untuk menuju ke siklus go-go.
Saran Untuk CEO Startup
Bagi CEO dan Perusahaan startup lain Berdasarkan implikasi manajerial yang dijelaskan, maka saran yang dapat diberikan kepada CEO startup untuk mengembangkan start-up business adalah sebagai berikut:
Bagi CEO dan Perusahaan startup lain Berdasarkan implikasi manajerial yang dijelaskan, maka saran yang dapat diberikan kepada CEO startup untuk mengembangkan start-up business adalah sebagai berikut:
1. CEO harus melakukan peningkatan dalam gaya kepemimpinan khususnya belajar untuk berani mengambil keputusan dan tegas dalam mengatur anggotanya. CEO juga perlu meningkatkan pengetahuan yang dimiliki dalam strategi menjalankan start-up business serta belajar untuk menghadapi konsumen yang ada.
2. Saran untuk perusahaan startup agar SOP yang sudah dibuat khususnya dalam marketing dapat dilakukan secara rutin sehingga perusahaan dapat berkembang dengan baik. Rencana – rencana yang sudah dibuat oleh para pendiri untuk mencapai cita-cita perusahaan dalam membuka kafe dapat dilaksanakan agar arus kas yang ada didalam perusahaan dapat berjalan dan kerugian di masa lalu dapat tertutup.
Sumber:
PERAN LEADERSHIP UNTUK MENGEMBANGKAN START-UP BUSINESS
Reinaldo Ryan, Dr. David Sukardi Kodrat, M.M, CPM. Universitas Ciputra
Foto: pexels.com