Advertisement
Oleh: H. Bahktiar, Lc., MA
(Wakil Ketua III DPRD Kepri dan Ketua DPW PKS Kepri)
Beberapa masyarakat di grup-grup whatsaap yang saya bergabung di dalamnya cukup banyak yang mengeluhkan persoalan sampah di Kota Batam. Saking parahnya, sebagian akademisi dan aktivis lingkungan mengungkapkan kekesalannya dengan Batam sedang darurat sampah.
Kota Batam adalah salah satu kebanggaan kita semua. Sebagai pusat industri, perdagangan, dan pariwisata di Kepulauan Riau, Batam telah berkembang pesat menjadi magnet ekonomi yang menjanjikan. Namun, di balik perkembangan tersebut, ada satu masalah besar yang memerlukan perhatian serius dari kita semua: tata kelola sampah.
Persoalan sampah adalah persoalan klasik yang seringkali tidak mendapatkan perhatian cukup dari masyarakat luas. Padahal, dampak dari tata kelola sampah yang buruk bisa merusak banyak aspek kehidupan kita—mulai dari kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan, hingga potensi ekonomi. Saat ini, setiap hari Batam menghasilkan lebih dari 1.200 ton sampah, dengan sekitar 55%-nya berupa sampah organik, sementara sisanya terdiri dari plastik, logam, kertas, dan kaca.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan berbagai persoalan yang kompleks. Sampah plastik, misalnya, membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai. Jika tidak ada upaya pengendalian, sampah plastik akan terus mencemari tanah, air, dan laut di sekitar Batam. Pencemaran ini bahkan telah berdampak buruk pada sektor perikanan dan pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Selain itu, TPA Telaga Punggur yang selama ini menjadi tempat utama pembuangan sampah diperkirakan akan mencapai kapasitas maksimal dalam waktu dekat. Jika tidak ada langkah inovatif, Batam akan menghadapi krisis pengelolaan sampah yang lebih serius. Hal ini tentu mengancam kenyamanan dan kesehatan masyarakat, serta mengurangi daya tarik Batam sebagai destinasi wisata dan investasi.
Menghadapi tantangan ini, kita perlu melihat pengelolaan sampah sebagai bagian integral dari tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam konteks tata kelola lingkungan, ada beberapa teori dan pendekatan yang dapat diterapkan.
Pertama, Prinsip Circular Economy. Prinsip circular economy atau ekonomi sirkular menempatkan limbah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan kembali. Dalam sistem ini, produk dirancang untuk digunakan berulang kali, dan limbah diolah menjadi bahan baku bagi industri lain. Misalnya, sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sedangkan plastik dapat didaur ulang menjadi bahan baku untuk produk baru. Penerapan konsep ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Misalnya, perusahaan dapat diberikan insentif untuk menggunakan bahan daur ulang dalam produksinya. Di sisi lain, masyarakat didorong untuk memilah sampah sejak dari rumah.
Kedua, Waste Hierarchy (Hierarki Pengelolaan Sampah). Hierarki pengelolaan sampah menawarkan pendekatan berbasis prioritas, yaitu pertama, Pencegahan yakni mengurangi penggunaan barang sekali pakai dan mendorong penggunaan produk yang lebih tahan lama. Kedua, Pemanfaatan Kembali. Menggunakan kembali barang yang masih layak pakai. Ketiga Daur Ulang. Mengolah limbah menjadi produk baru. Keempat Pengolahan Energi. Memanfaatkan limbah untuk menghasilkan energi. Kelima Pembuangan Akhir. Membatasi pembuangan limbah ke TPA hanya untuk residu yang tidak dapat diolah. Pemerintah Batam dapat menerapkan kebijakan berdasarkan hierarki ini dengan memberikan panduan kepada masyarakat dan sektor industri.
Kolaborasi Pemerintah, Swasta dan Masyarakat
Pengelolaan sampah yang efektif tidak dapat sepenuhnya dibebankan pada pemerintah. Perlu ada peran aktif dari sektor swasta dan masyarakat sipil. Misalnya, kerja sama publik-swasta dalam membangun fasilitas waste-to-energy atau pengembangan bank sampah dapat menjadi solusi yang efektif.
Di Batam, bank sampah memiliki potensi besar untuk memberdayakan masyarakat sekaligus mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Bank sampah tidak hanya memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat melalui penjualan sampah daur ulang.
Sebagai Wakil Ketua DPRD Kepri, saya dan kolega di DPRD memiliki tanggung jawab untuk mendorong kebijakan yang mendukung pengelolaan sampah secara berkelanjutan. Sembari melakukan
Penyuluhan dan Edukasi saat reses dan pertemuan bersama masyarakat. Edukasi kepada masyarakat adalah kunci keberhasilan pengelolaan sampah. Kampanye seperti “Batam Bersih 2025” dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilah sampah sejak dari rumah.
Kita tidak bisa menunda lagi. Persoalan sampah memerlukan langkah nyata yang melibatkan semua pihak. Beberapa langkah konkret yang harus segera diambil adalah. Pertama, Pembangunan Fasilitas Pengelolaan Sampah Modern. Pemerintah perlu mempercepat pembangunan fasilitas daur ulang dan waste-to-energy. Kedua, Kampanye Pengurangan Sampah Plastik. Program ini harus didukung dengan kebijakan tegas, seperti larangan plastik sekali pakai dan penyediaan alternatif ramah lingkungan. Ketiga, Pemberdayaan Komunitas Lokal. Kelompok masyarakat dapat diberdayakan melalui program bank sampah atau pelatihan daur ulang.
Keempat, Teknologi Digital. Pemerintah dapat menggunakan aplikasi digital untuk memantau pengelolaan sampah dan meningkatkan efisiensi sistem pengangkutan sampah. Batam memiliki potensi besar untuk menjadi contoh kota dengan tata kelola sampah yang berkelanjutan. Namun, hal ini hanya dapat terwujud jika semua pihak berperan aktif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Sebagai Wakil Ketua DPRD Kepri, saya berkomitmen untuk mendorong kebijakan yang mendukung pengelolaan sampah secara holistik. Mari kita jadikan Batam sebagai kota yang bersih, hijau, dan ramah lingkungan, demi masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.