Advertisement
Gudnyus.id - Penggagas mobil Esemka, H. Sukiyat, yang juga Direktur Utama PT Kiat Inovasi Indonesia (KII) melakukan upaya hukum terkait mobil perdesaan atau Alat Mekanis Multiguna Perdesaan (AMMDes) ke dua anak perusahaan PT. Astra Otoparts, Tbk: PT Velasto Indonesia dan PT Ardendi Jaya Sentosa.
“Sebagai inisiator dan penggagas mobil ini, hak-hak kami dikebiri. Usaha ini dimatikan pelan-pelan, saya minta pihak Astra bertanggung jawab dan memenuhi semua kewajibannya sesuai kesepakatan yang dibuatnya,” tegas Sukiyat
Setelah melakukan upaya somasi kedua kalinya, H Sukiyat mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan Nomor Perkara 110/Pdt.G/2025/PN Jakarta Utara.
Kasus ini dawali pada tahun 2018 melalui nota kesepahaman yang disaksikan langsung Menteri Perindusrian, Airlangga Hartarto untuk menghadirkan inspirasi karya anak bangsa Alat Mekanisasi Multiguna Pedesaan atau AMMDes. PT Astra Otoparts, melalui dua anak usahanya, PT Velasto Indonesia dan PT Ardendi Jaya Sentosa kemudian membentuk joint venture atau perusahaan patungan dengan PT Kiat Inovasi Indonesia.
Kemudian, terbentuk dua perusahaan patungan. Satu bertindak sebagai produsen, sementara lainnya adalah distributor. PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) sebagai perusahaan perancang, perekayasa, dan produsen AMMDes. Satu lagi adalah PT. Kiat Mahesa Wintor Distributor (KMWD) sebagai perusahaan yang memasarkan, menjual, mendistribusikan suku cadangnya, serta memberi alat mekanis multigunaContoh, seperti alat mesin sedot air, penggilingan padi dan jagung.
Saat itu ramai diwacanakan, investasi awal Rp300 miliar untuk membuat mobil perdesaan atau AMMDes. Namun sayangnya, H.Sukiyat menduga adanya sebuah rekayasa yang terstuktur dan terencana untuk mematikan mimpi anak bangsa mewujudkan produksi mobil nasional. Sehingga sebagai inisiator dan penggagas mobil Esemka, H. Sukiyat justru dikebiri haknya, kepemilikan sahamnya dilepas.
Saat ini gugatan H. Sukiyat terhadap PT. Astra Otoparts, Tbk sudah memasuki persidangan kedua pada Senin kemarin (24/3/2025). Sidang dengan nomor perkara 110/Pdt.G/2025/PN Jkt.Utr itu akan dilanjutkan 14 April 2025 dengan agenda penentuan hakim mediasi.
Rincian Kronologi Kasus
Pada tanggal 14 Desember 2018 pihak PT Astra Otopartas Tbk., diwakili Chief Corporate Affairs PT Astra International Tbk., Pongki Pamungkas dan President Director PT Astra Otoparts Tbk. Hamdhani Dzulkarnaen Salim datang ke Bengkel Kiat Motor di Klaten pada pukul 10.00 bertemu dengan H. Sukiyat.
Pertemuan itu untuk membicarakan kompensasi yang akan diterima oleh H. Sukiyat sebagai inisiator pembuatan Mobil Ammdes yang akan diproduksi bersama H Sukiyat melalui PT Kiat Inovasi Indonesia (KII) dan pihak PT Astra Otoparts Tbk. melalui PT Velasto Indonesia (VIN).
Sehubungan dengan akan mundurnya H. Sukiyat dari kerja sama ini maka dinegosiasikan nilai yang akan diberikan Astra kepada H. Sukiyat dengan melepaskan kepemilikan Saham beliau di 3 perusahaan yang dibentuk untuk menunjang kerjasama ini. 3 Perusahaan tersebut adalah PT KMWI; PT AJS; dan PT KMWD.
Adapun PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) yang merupakan perusahaan perancang, perekayasa, dan produsen Alat Mekanis Multiguna Perdesaan (AMMDes).
Sementara PT Ardendi Jaya Sentosa (AJS) dan PT Kiat Inovasi Indonesia (KII) membentuk PT Kiat Mahesa Wintor Distributor (KMWD) sebagai perusahaan yang memasarkan, menjual, mendistribusikan suku cadangnya, serta memberi alat mekanis multiguna.
Dari pembicaraan tersebut H. Sukiyat meminta kompensasi nilai pelepasan saham dan nilai Inisiator senilai Rp350 miliar, setelah perundingan akhirnya menjadi Rp100 miliar dengan perhitungan asumsi keuntungan perusahaan Rp5 miliar selama 20 tahun.
Pada tanggal 17 Januari 2019, pihak Astra diwakili oleh Pongki Pamungkas, Chief Corporate Affairs PT Astra International, Reza Deliansyah Division Head PT Astra International dan Amelinda Fidella Legal Division Astra bertemu dengan H. Sukiyat di Lobby Lounge Hotel Shangrila Jakarta pada pukul 13.00 WIB menandatangai kompensasi pengunduran diri H. Sukiyat senilai Rp 33 miliar.
Pada tanggal 25 Januari 2019 berlangsung pertemuan di Bengkel Kiat Motor di Klaten pukul 17.46 WIB.
Pihak PT VIN diwakili oleh Lilik Yulius Setiarso selaku Legal Divison PT Astra Otoparts Tbk., dan kawan-kawan bertemu langsung dengan H Sukiyat untuk menandatangani surat penggantian nilai saham dan inisiator senilai Rp 66 miliar yang sampai saat ini belum dibayarkan.
Pada tanggal 29 Januari 2019 pukul 12.05 WIB, H. Sukiyat bertemu dengan Lilik Yulius Setiarso di Bandara Soekarno Hatta untuk menandatangani pencairan dana Rp33 miliar (DP).
Setelah itu pihak PT Astra Otoparts Tbk., tidak pernah menghubungi H Sukiyat kembali untuk penyelesaian selanjutnya juga tidak melengkapi dokumentasi penyelesaian perjanjian ini.
Padahal, H. Sukiyat sejak awal selalu membuka diri untuk melakukan semua negosiasi dengan cara musyawarah dan kekeluargaan dengan pihak Astra.
Hal ini terbukti dengan datangnya Pongki Pamungkas dan Hamdhani Djulkarnaen Salim sendiri ke Bengkel Kiat Motor di Klaten untuk membuka pembicaraan negosiasi ini. Bahkan, saat itu semua pembicaraan negosiasi dilakukan secara terbuka dengan baik.
Tak hanya itu, H. Sukiyat juga memberikan kepercayaan penuh kepada pihak Astra bahwa hal ini bisa diselesaikan dengan jujur tanpa rekayasa, sehingga memuaskan kedua belah pihak.
Tetapi pada kenyataan Sukiyat dirugikan secara material karena pihak Astra ingkar janji dengan tidak memenuhi semua kewajibannya sesuai dengan kesepakatan.
Atas fakta-fakta tersebut, H. Sukiyat melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara: 110/Pdt.G/2025/PN Jkt.Utr.
Tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) penggugat perkara ini H Sukiyat, PT VIN sebagai tergugat I, PT VJS sebagai tergugat II. Sementara PT Astra Otopart Tbk,. sebagai turut tergugat.
Setidaknya ada 12 tuntutan atau peitum H. Sukiyat dalam gugatan wanprestasi itu. "Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi," petik petitum gugatan dalam SIPP PN Jakarta Utara, Minggu (23/3/2025).
H. Sukiyat juga memohon agar majelis hakim menghukum PT VIN membayar Rp 3 miliar yang merupakan sisa kekurangan saham H. Sukiyat di PT KMWI.
"Menghukum tergugat I untuk membayarkan sisa kekurangan dari pembelian saham milik penggugat di PT KIAT MAHESA WINTOR INDONESIA (“PT.KMWI”) sebesar Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah)," petik petitum itu.
PT VIN juga diminta agar membayar Rp 30 miliar yang merupakan sisa kekurangan dari pembelian saham milik H Sukiyat di PT KMWD.
"Menghukum tergugat I untuk membayarkan sisa kekurangan dari pembelian saham milik Penggugat di PT KIAT MAHESA WINTOR DISTRIBUTOR (“PT.KMWD”) sebesar Rp.30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah)," lanjut petitum itu.
Biaya pengacara atau konsultas sebesar Rp 1,6 miliar juga wajib dibayarkan tergugat. "Menghukum para tergugat untuk membayarkan biaya Pengacara/Konsultan Hukum sebesar Rp.1.650.000.000 (Satu Miliar Enam Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)," paparnya.
Selain itu, Sukiyat juga meminta PT VIN agar membayar bunga moratoir Rp 180 juta. "Menghukum tergugat I untuk membayar bunga moratoir kepada Penggugat yaitu sebesar 6% pertahun dari Rp.3.000.000.000,- sebesar Rp.180.000.000,- (Seratus delapan puluh juta rupiah) pertahun terhitung sejak tahun 2019 sampai dengan dilakukan pembayaran atas kekurangan yang ada," jelas petitum itu.
Teruntuk PT VJS, diminta membayar bunga moratoir sebesar Rp 1,8 miliar. "Menghukum tergugat II untuk membayar bunga moratoir kepada Penggugat yaitu sebesar 6% pertahun dari Rp.30.000.000.000,- yaitu sebesar Rp.1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta rupiah) pertahun terhitung sejak tahun 2019 sampai dengan dilakukan pembayaran atas kekurangan yang ada," papar petitum itu.
Tak lupa H Sukiyat juga memohon kepada majelis hakim agar para tergugat membayar kerugian immateriil dan uang paksa. "Menghukum para pergugat untuk membayar biaya kerugian immateriil sebesar Rp.900.000.000.000 (Sembilan Ratus Miliar Rupiah). Menghukum para pergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) perhari yang harus dibayar oleh Para Tergugat bila lalai dalam melaksanakan putusan ini."
"Membebankan biaya perkara ini kepada para tergugat; menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorad) meskipun ada perlawanan banding, kasasi maupun verzet".
H. Sukiyat bersama kuasa hukumnya H.A. Bashar berharap agar perkara ini didadili seadil-adilnya. Sementara para tergugat diharapkan kooperatif dalam proses hukum ini.
"Apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," demikian petitum gugatan tersebut.